Kisah Sukses Sapto Djojokartiko, Pernah Hampir Gagal Lulus Sekolah Mode

Impian menjadi desainer sudah muncul sejak Sapto belia. Semuanya bermula dari hobi menggambar busana saat ia duduk di bangku SMP.

Baca juga: Refleksi Optimisme Koleksi Terbaru Sapto Djojokartiko di Gedung Filateli
Lulus SMA, Sapto, yang lahir dan besar di Solo, Jawa Tengah, memutuskan hijrah ke Jakarta pada 1997 untuk belajar mode secara formal setelah berhasil lolos masuk ESMOD lewat jalur beasiswa.

“Keluarga sangat mendukung karena memang tahu hobi saya yang suka menggambar,” kenang Sapto saat berbincang dengan Wolipop di workshop-nya yang berada di kawasan Cipete, Jakarta Selatan.

Awal-awal kuliah penuh dengan rasa antusias. Namun, semangatnya berangsur mengendor karena belajar mode rupanya tidak semudah yang dibayangkan Sapto.

Ia bercerita, hampir gagal lulus lantaran nilai pelajaran pattern making atau membuat pola pakaian jeblok. “Dari situ, saya mulai termotivasi untuk mempelajari pattern-making lebih serius,” ungkap Sapto yang sempat bekerja di sebuah toko garmen selepas lulus SMA.

Baca juga: 10 Koleksi Sapto Djojokartiko Spring/Summer 2023, Busana Unisex Penuh Warna
Sapto djojokartiko di Indonesia Fashion Week 2015. (Foto: Mohammad Abduh/Wolipop)
Usaha tiada mengkhianati hasil. Sapto malah berhasil lulus dengan predikat Best Pattern Maker dari ESMOD Jakarta.

Usai merampungkan pendidikannya, Sapto tak langsung mendirikan label sendiri. Ilmu terus digalinya dengan bekerja untuk desainer lain. Selama hampir dua tahun ia menjadi asisten desainer Oscar Lawalata yang kini dikenal dengan nama baru, Asha Smara Darra.

Masuk akhir 1990-an, produksi video klip sedang memasuki masa kejayaan. Sapto pun melihatnya sebagai sebuah peluang. Satu per satu rumah produksi didatangi Sapto dengan harapan ada penyanyi yang memakai kreasinya di video klip.

Pada 1999, Andien menjadi artis pertama yang ditangani Sapto. “Ketika itu eranya Andien lagi promosi album pertama. Kalau nggak salah masih 14 tahun. Zaman dia ikut Asia Bagus,” kenang Sapto yang juga pernah menjadi ilustrator fashion untuk sebuah majalah.

Baca juga: Debut Seragam Keluarga Karya Sapto Djojokartiko untuk Tren Baju Lebaran 2022
Koleksi Sapto Djojokartiko Spring/Summer 2023 (Foto: Abduh/Detikcom)
Dari pengalaman tersebut, Sapto belajar pentingnya penampilan yang total secara keseluruhan. Menurutnya, kesempurnaan gaya seseorang juga perlu didukung oleh riasan wajah dan rambut yang maksimal. “Saya sampai belajar merias wajah secara otodidak,” tutur pria yang tubuhnya penuh tato ini.

Sering terlibat dalam proyek video klip semakin memperluas networking Sapto sampai akhirnya ia bertemu Dian Sastrowardoyo. Berkat Dian lah, kata Sapto, karyanya kian familiar, terutama di kalangan figur publik.

Andien di salah satu fashion show Sapto Djojokartiko. (Foto: Instagram/@saptodjojokartiko)
Merasa sudah cukup mapan, Sapto memberanikan diri untuk membangun label pertamanya, ‘Sapto Djojokartiko’, pada 2008. Awal-awal, label tersebut hanya fokus melayani busana pesanan klien yang kebanyakan untuk acara pernikahan. “Ada masa-masanya, saya cuma bikin kebaya terus,” aku Sapto.

Sampai akhirnya ia mencapai titik jenuh setelah lima tahun melakoni busana yang bersifat ‘haute couture’. Muncul keinginan untuk melebarkan sayap ke ranah ready to wear.

Raline Shah dalam balutan gaun putih karya Sapto Djojokartiko di karpet merah Cannes Film Festival 2022. (Foto: Getty Images/Andreas Rentz)
Bagi banyak desainer, terjun ke bisnis busana siap pakai dianggap sebagai misi ‘bunuh diri’ karena lebih banyak tantangan. Mereka juga harus mengorbankan idealisme demi menuruti selera pasar.

Namun bagi Sapto, ini justru kesempatan untuk mengembangkan kapasitasnya sebagai desainer mode. Kesempatan perdana untuk memamerkan koleksi busana siap pakainya datang dari Harvey Nichols yang membuka department store mewah pertamanya di Jakarta pada 2008 sebelum akhirnya tutup dua tahun kemudian.

Label Sapto Djojokartiko kemudian hadir di Galeries Lafayette Jakarta. “Sempat terjadi ketidakseimbangan di mana kami cuma berhasil menjual beberapa busana saja selama sebulan,” ungkap Sapto.

(Foto: Mohammad Abduh/Wolipop)
Pengalaman tersebut tak membuat Sapto dan tim kapok. Justru, mereka semakin termotivasi untuk mendalami seluk-beluk bisnis busana siap pakai.

Mungkin saja, tanpa kegagalan tersebut, mustahil bagi label Sapto untuk berada di posisi sekarang: koleksi yang dicintai banyak selebriti ternama dan butik Sapto Djojokartiko yang sudar hadir di dua pusat belanja kelas atas Jakarta di tengah dominasi merek luar negeri.

Butik pertamanya di Plaza Senayan baru buka beberapa minggu sebelum terpaksa tutup karena PSBB (pembatasan sosial berskala besar) menyusul merebaknya wabah COVID-19. Walau demikian bisnis Sapto tetap bertahan. “Penjualan bahkan melebihi target kami karena terbantu lewat online. Kami juga tidak ada lay-off karyawan,” katanya.

Merambah pasar internasional tentu menjadi impian Sapto. Namun, tampil di pekan mode dunia bukan prioritasnya.

Dengan garis desain Sapto yang feminin dalam napas urban, berikut motif khasnya yang memadukan elemen tradisional, koleksi turut sukses memikat pasar internasional, khususnya Timur Tengah.

“Ada beberapa klien kelas atas Timur Tengah yang secara khusus menghubungi kami lewat media sosial. Mereka tertarik dengan koleksi Sapto Djojokartiko dan kami pun sempat diundang para sheikha (istri sheikh) Abu Dhabi untuk private preview koleksi di kediaman mereka yang megah,” kata Sapto.

Simak Video “Sapto Djojokartiko, Desainer Favorit Artis dan Istri Sheik Abu Dhabi”

(dtg/dtg)
sapto djojokartiko intimate interview kisah sukses andien dian sastrowardoyo